Rabu, 25 Februari 2015

CB INDONESIA





  
Di tengah gencarnya peluncuran motor baru, ternyata eksistensi Honda CB tidak hilang disapu jaman. Bahkan semangat eksklusifnya tetap terjaga. Padahal motor ini sendiri sudah stop produksi 27 tahun lalu. Di Indonesia, produksi Honda CB berlangsung selama 10 tahun, dari 1971 hingga tahun 1981. “Pada jamannya sekitar tahun 70-an, pengendara Honda CB tidak banyak dan meluas. Di Jakarta, pengguna Honda CB paling kalangan anak “Menteng” yang rata-rata status ekonominya berlebih. Soalnya harganya mahal sekitar Rp 250.000,” ungkap Remy Silado yang dikenal sebagai Sineas, Novelis, dan Budayawan.
Tradisi Honda CB untuk tumbuh bisa dilihat di wilayah Jawa Timur. Tercatat mulai tahun 1995, di tiap kabupaten terus bermunculan klub motor Honda CB. Kebangkitan kembali motor ini didominasi model CB 100, dan melebar hingga ke wilayah Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2000. Indikasinya tercatat beberapa nama klub Honda CB di ibukota, yaitu Kumpulan Motor Kolot, HCB (Honda Club Bekasi), Jakarta Motor Tua di wilayah Kalibata, serta HDC (Honda Depok Club). Masih ada nama lain dengan plat komunitas, yaitu “CB Owners Indonesia”.
Trend Honda CB di Jakarta makin menjangkiti kaum muda, setelah sempat muncul di film “Janji Joni” tahun 2005. Berkembangnya klub dan komunitas Honda CB diakui oleh Mujiono, ketua Jakarta CB Club. Pria yang lebih dikenal dengan Cak Ndut, menceritakan pada penyelenggaraan Jambore Honda CB ke-7 di Jembrana, Bali, yang hadir tidak kurang dari 3.700 orang. “Yang hadir di sana bukan hanya dari Jawa. Ada dari Padang, Bengkulu, Lampung, bahkan ada dari NTT,” ucap Cak Ndut.

Kenapa Pilih Honda CB Di tengah trend motor klasik
Honda CB termasuk target buruan utama. Bahkan dicari pencintanya sampai ke pelosok. Alasannya pun beragam, seperti Yudha Danuwardhana, pecinta motor tua dan anggota klub “Iron Horse Jakarta”. Ia membeli motor Honda CB karena beranggapan motor ini klasik, tapi tidak ketinggalan jaman. “Tampilannya enak di pandang dan kecepatannya masih kompetitif dengan motor baru sekelasnya,” katanya.
Sementara  M. Maftuh, ketua Club CB Nganjuk, Jawa Timur beranggapan, daya jelajah Honda CB itulah yang membuatnya jatuh cinta. Alasan lain menurut pria yang sering dipanggil Kang Dun ini, karena mudah merawatnya dan gampang mencari spare part-nya. “Kalau soal daya jelajah itu. Ketika Jambore di Jember dan Jembrana, ada anggota yang datang dari Padang, dua orang perempuan paruh baya pecinta CB,” imbuh Kang Dun. “Dan untuk membuktikan daya jelajah motor ini, pada bulan Juni 2008 kami ada agenda touring ke wilayah Nol Kilometer, Pulau Sabang, ujung barat Provinsi Nangroe Aceh Darusallam,” timpal Cak Ndun. Karyawan ruang pameran Anjungan Lampung TMII yang juga penggebuk drum Band “Anjula”, Maryono mengatakan alasan memilih motor CB 100 selain lumayan irit, merawatnya tidak susah. “Cukup ganti oli tiap bulan dan service, itu saja.”
Berbagai alasan yang mengemuka patut dihormati, termasuk yang di sampaikan Andriyanto, anggota Club CB Ancol, “Motor Honda CB membuat saya meraih prestasi, menang dalam bersaing merebut hati wanita. Padahal saingannya pakai motor Ninja RR, bro,” ucapnya polos kepada 2wheelers saat kopdar di Monas.

Sejarah kelahiran Honda CB
Menurut Kristanto, Head Corporate Communication PT. Astra Honda Motor (AHM), Honda CB pertama kali masuk di Indonesia pada tahun 1971 dengan kode Honda CB 100 K1. Dan terus berevolusi sampai model CB 100 K5 tahun 1981. “Honda CB yang beredar di Indonesia merupakan kendaraan rakitan AHM yang waktu itu masih bernama PT. Federal Motor.”
Selain CB 100, diproduksi juga model dengan kapasitas mesin lebih besar, yaitu 125cc, 175cc dan 200cc. “Untuk seri 175cc dan 200cc saat itu dikenal memiliki performace atau kecepatan yang sangat baik, karena mesinnya dilengkapi 2 silinder dan karburator ganda (double carburator). Tapi yang terpopuler di Indonesia adalah seri CB 100,” imbuh Kristanto.Kristanto menambahkan, Honda CB dikenal sebagai pelopor sepeda motor sport 4-langkah di Indonesia yang bertenaga, namun konsumsi BBM sangat irit. Pada saat itu semua produk  kompetitor masih menggunakan jenis mesin 2-langkah. Di ajang balapan, Honda CB yang sudah dimodifikasi juga sempat digunakan beberapa pembalap nasional, seperti Saksono bersaudara. Bahkan berhasil menyabet beberapa gelar juara. Dalam kurun waktu 10 tahun masa produksi (1971-1981), jumlah penjualan akumulatif Honda CB ini sekitar 600.000 unit. Dengan rata-rata penjualan sekitar 60 ribu unit per tahun, dan merupakan penguasa sepeda motor sport pada masanya, pangsanya sekitar 50%.

Suka Duka Mencintai Honda CB
Kalau sudah jatuh cinta sampai ke tahap memiliki, tidak mustahil orang akan siap resiko pahit. Begitu pula dengan pencinta Honda CB. Demi melihat motornya tetap elegan dan berwibawa di jalanan, berapa pun uang yang dibutuhkan pasti akan diusahakan. Andreyanto, anggota klub CB Ancol, sambil tertawa kecil menceritakan dia membeli CB 100 dalam keadaan hancur dengan harga Rp 2 juta dari tangan ketiga. Dan membangunnya mesti mengeluarkan dana Rp4 juta. Meski merasa dibohongi oleh penjualnya, tetapi dia tetap merasa puas telah mendapatkan motor impiannya. “Semboyannya kan gini, kalau belum bisa memiliki motor tua jangan ngaku orang kaya, bro,” ucap Andre bergaya. “Kalau dapat spare part asli, kita seperti menemukan sesuatu yang “wah”. Makanya setiap hari sebelum sampai di kantor, saya hunting dulu di pasar loak lapangan Urip Sumohardjo Mester,“ ujar Yuda dari Iron Horse Jakarta. Yuda yang menggunakan CB 100-nya sehari-hari, merasa gembira motornya pernah ditawar Rp8,5 juta. “Pada waktu membeli dari tangan pertama harganya cuma Rp8 ratus ribu, dan membangun hanya Rp5 ratus ribu.”
“Honda CB ini bisa dikategorikan motor kanibal. Dalam arti bisa memakai spare part motor Honda yang lain,” seloroh Cak Ndut. “Kalau ingin mencari suku cadang asli memang sudah tidak diproduksi lagi, tapi jika mau memburunya dengan seksama di loakan, bengkel-bengkel kecil, atau beberapa toko yang menjual suku cadang Honda, biasanya masih ada yang menyimpan,” ucap Didin, modifikator motor-motor tua dan pemilik bengkel modifikasi di kawasan Pademangan, Jakarta Utara.
“Walau suku cadangnya tidak diproduksi lagi, AHM tetap bertanggung jawab terhadap pengadaan suku cadang semua unit motor yang sudah diproduksi,” ungkap Kristanto. Di sisi lain, beberapa importir umum suku cadang juga masih mendatangkan komponen-komponen motor seri lama yang sudah tidak diproduksi lagi. Begitu pula di beberapa sentra suku cadang dan aksesori sepeda motor di kota besar, suku cadang Honda CB masih bisa dijumpai.

Digemari Artis
Di antara penggemar CB terselip nama – nama beken alias artis. Tercatat di antaranya Fadly (vokalis band Padi) dan Jarwo (gitaris band Naif) yang dikenal sebagai kolektor Honda CB. “Saya punya tiga Honda CB. Dua sudah di-restorasi alias modifikasi. Satu lagi dibiarkan tetap vintage,” ungkap Fadly.

Sampai Ada Gelar “Republik Rakyat CB Untuk Kota Angin Nganjuk”
Di Nganjuk, jangan heran jika di setiap rumah pasti ada Honda CB-nya.  Karena di sanalah sejarah lahirnya kembali Honda CB dan dimodifikasi dengan berbagai model. Saking populernya di kalangan bikers, banyak yang menyebut Nganjuk sebagai RRC-nya Indonesia alias ‘Republik Rakyat CB’ yang biasa di kenal dengan julukan "Nganjuk Kota Sejuta CB"
Anak muda di sana malah punya semboyan, "Ojo Ngaku Wong Nganjuk Lak Gak Nduwe CB" yang artinya “Janangan Mengaku Sebagai Orang Nganjuk Kalau Belum Memiliki CB". kalimat semboyan tersebut terpampang jelas di Kaos CB Nganjuk yang di produksi oleh anggota CB Nganjuk yaitu Bro Aditya Herman yang lebih dikenal dengan sapaan Adit-Ya Nju'x, selain kaos ada juga Jaket Touring Full Protektor yang baru di produksi. Sebetulnya bukan hanya Nganjuk yang popular di Jawa Timur, ada tiga wilayah lagi meski tidak seharum Nganjuk namanya, yaitu Surabaya, Malang dan Jember. Keharuman nama Nganjuk sebagai wilayah klub Honda CB sampai ke Jakarta dan Sumatera. Fadly, vokalis Padi sampai menganjurkan, “Kalau ingin tahu banyak soal Honda CB datanglah ke Nganjuk.”
Nganjuk khususnya dan Jawa Timur pada umumnya memiliki klub Honda CB yang cukup solid dan sudah terdaftar dalam Ikatan Motor Indonesia (IMI). “Solidnya kami bisa ditandai dengan kehadiran kami di Jembrana, paling tidak mencapai jumlah 3.000 anggota,” ucap Kang Dun, ketua Club Honda CB Nganjuk.
Akhirnya Ngajuk menjadi barometer pecinta Honda CB. Kalau ingin memodifikasi Honda CB, orang akan merujuk Nganjuk. Sampai-sampai jika ada yang ingin mendirikan klub terlebih dahulu minta saran ke Nganjuk, siapa lagi kalau bukan ke Kang Dun. “Dalam waktu dekat ini, sudah ada kontak dari Aceh Barat yang ingin mendirikan klub CB di sana,” tutupnya.

Nasionalisme
Thema central  CBI Menyatukan Nusantara secara filosofi tentu memiliki  makna yang dalam. Nusantara yang secara harafia nusa (pulau) atau Nusantara dimaknai antara pulau yang satu dengan yang lain dalam bingkai NKRI telah menjadi spirit tersendiri bagi bikers CB untuk ikut memiliki rasa keIndonesiaan dengan berbagai keragamannya,  melalui penyaluran hobby motor CB .

Salam CB mania Indonesia….. (CBNews).

Honda CB “El Clasico“ Yang Tetap Laris
Dipublis dari 2wheelers magazine

Tidak ada komentar:

Posting Komentar